Karakteristik Siswa


Kata “karakter” yang dimaksud dalam tulisan ini, berasal dari bahasa Inggris character bermakna hampir sama dengan sifat, perilaku, akhlak, watak, tabiat dan budipekerti.

Karakter seseorang baik disengaja atau tidak, didapatkan dari orang lain yang sering berada didekatnya atau yang sering mempengaruhinya, kemudian ia mulai meniru untuk melakukannya. Oleh karena itu, seorang anak yang masih polos seringkali akan mengikuti tingkah laku orang tuanya atau teman mainnya, bahkan pengasuhnya. Erat kaitan dengan masalah ini, seorang psikolog berpendapat bahwa karakter berbeda dengan kepribadian, karena kepribadian merupakan sifat yang dibawa sejak lahir dengan kata lain kepribadian bersifat genetis.

Ron Kurtus seorang pendiri Situs Pendidikan “School of Champion”, berpendapat bahwa karakter adalah satu set tingkah laku atau perilaku (behavior) dari seseorang sehingga dari perilakunya tersebut, orang akan mengenalnya “ia seperti apa”. Menurutnya, karakter akan menentukan kemampuan seseorang untuk mencapai cita-citanya dengan efektif, kemampuan untuk berlaku jujur dan berterus terang kepada orang lain serta kemampuan untuk taat terhadap tata tertib dan aturan yang ada.

Beberapa karakter yang sudah kita ketahui antara lain pemarah, pemalu, pembohong, jujur, pengiri, munafik, penolong, penyabar, religius, materialistis, egois, dermawan, sombong, pendiam, tanggung-jawab, tidak-tahu-malu, penurut, otoriter, penyayang, pendendam, tidak- tahu-diri dan lain sebagainya.

Karena karakter terbentuk dari proses meniru yaitu melalui proses melihat, mendengar dan mengikuti, maka karakter, sesungguhnya dapat diajarkan secara sengaja. Oleh karena itu seorang anak bisa memiliki karakter yang baik atau juga karakter buruk tergantung sumber yang ia pelajari atau sumber yang mengajarinya.

Sejak dini siswa perlu diperkenalkan dengan berbagai perilaku positif di antaranya perilaku yang bisa dipercaya, tanggung jawab, perhatian, tidak suka berprasangka buruk, sering berbuat baik, mampu mengendalikan diri saat marah dan kecewa, bisa mengatasi perselisihan, bisa bekerja sama dengan temannya, tidak suka menggertak, sopan dan bisa menghargai orang lain, mau mendengar pendapat orang lain, memahami perasaan orang lain, bisa menghargai dirinya sendiri, tahu cara meminta bantuan, adil, berperan sebagai teman yang baik, bisa mengatakan “tidak” terhadap ajakan yang tidak baik, bisa mengatasi perselisihan dan lain sebagainya. Tentu saja sederet perilaku tersebut, harus diperkenalkan secara bertahap dan dipraktekan dalam kehidupan sehari-harinya.

Agar diperoleh hasil yang baik, “pembentukan karakter” dirancang untuk diberikan kepada siswa yang sudah mulai banyak bersosialisasi baik secara intern di sekolah maupun ekstern dengan pihak di luar sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut maka sekolah mulai menerapkannya kepada siswa kelas 4 yang secara psikologis, dianggap telah memahami makna bersosialisasi. Kurikulum dilaksanakan secara bertahap dan direncanakan pada saat meninggalkan bangku sekolah dasar, seluruh aspek pembentukan karakter telah selesai diberikan termasuk evaluasi di dalamnya.

Seperti halnya saat kita menonton sebuah film, di dalamnya terdapat karakter-karakter tokoh film yang beragam, maka dalam pembelajaran pun terdapat karakter-karakter siswa yang mungkin jauh lebih beragam. Jika anda menyaksikan film Laskar Pelangi atau membaca novelnya karya Andrea Hirata, maka disana anda akan menemukan 10 karakter siswa yang berlainan. Mulai dari latar belakang sosialnya, ekonomi, kemampuan intelegen, bakat, motivasi belajar, dll.

Siswa memang secara alamiah memiliki karakteristik yang berbeda. Ragam karakteristik ini ternyata mempengaruhi bagaimana hasil implementasi desain pembelajaran yang telah anda rancang. Oleh karenanya mengenal karakteristik siswa sangatlah penting dalam proses pembelajaran. Dengan mengenal karakteristik siswa, maka dapat diketahui kualitas perseorangan dan menjadi petunjuk dalam mengelola strategi pembelajaran.

Penyusunan rancangan pembelajaran selain mempertimbangkan teori belajar juga semestinya memperhatikan karakteristik siswa yang akan menjadi sasarannya.

Pernahkah anda sadari bahwa siswa yang ada dalam kelas anda sangat beragam. Sebagian mungkin sudah tahu tentang apa yang kita sampaikan, namun sebagian yang lain mungkin justru belum tahu sama sekali. Setiap siswa dapat dipastikan telah memiliki prilaku atau kemampuan awal sebelum mengikuti kelas anda. Dan dengan mengidentifikasi kemudian memanfaatkannya maka proses belajar di kelas anda akan lebih bermakna.

Reigeluth, seorang pakar pendidikan mengidentifikasi 7 jenis kemampuan awal yang dapat dipakai untuk memudahkan perolehan, pengorganisasian, pengungkapan kembali pengetahuan baru.

  1. Pengetahuan bermakna tak terorganisasi (arbitrarily mean¬ingfull knowledge), sebagai tempat mengaitkan pengetahuan hafalan (yang tak bermakna) untuk memudahkan retensi. Pengetahuan bermakna tak terorganisasi merupakan pengetahuan yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari. Sebagai kemampuan awal, pengetahuan jenis ini akan amat berguna untuk mengingat pengetahuan-pengetahuan hafalan dan pengetahuan yang tak bermakna. Telah diketahui bahwa pengetahuan bermakna tak terorganisasi dapat digunakan untuk membuat kaitan-kaitan yang akan sangat memudahkan mengingat kembali pengetahuan baru bila diperlukan kemudian. Bagaimanapun juga, pengetahuan-pengetahuan yang termasuk jenis ini akan amat berarti bagi siswa sebagai alat untuk memudahkan belajar, apabila ia telah dikuasai benar, atau telah mencapai taraf siap pakai.
  2. Pengetahuan analogis (analogic knowledge), yang mengait¬kan pengetahuan baru dengan pengetahuan lain yang amat serupa yang berada di luar isi yang sedang dibicarakan. Pengetahuan analogis serupa dengan pengetahuan coordinate, kecuali bahwa pengetahuan analogis berada di luar konteks yang akan dipelajari. Mengaitkan pengetahuan baru dengan pe¬ngetahuan analogis yang telah dimiliki oleh siswa dapat memudahkan perolehan pengetahuan baru itu. Namun demikian, ini akan bermanfaat apabila siswa telah berhasil belajar bagaimana menggunakan analogi untuk memudahkannya dalam belajar, pengaitan tersebut juga akan dapat membantu pengintegrasian struktur-struktur pengetahuan yang terpisah agar terorganisasi menjadi suatu struktur kognitif yang lebih utuh.
  3. Pengetahuan tingkat yang lebih tinggi (superordinate knowledge), yang dapat berfungsi sebagai kerangka cantolan bagi pengetahuan baru. Contoh soal, tentang belajar konsep dan prinsip, mengungkapkan bahwa pengetahuan tingkat yang lebih tinggi atau pengetahuan superordinate membawahi (subsumes) pengetahuan-pengetahuan yang akan dipelajari. Dengan kata lain, pengetahuan yang akan dipelajari dapat dipandang sebagai pengetahuan-pengetahuan yang lebih rinci atau lebih kompleks jika dibandingkan dengan pengetahuan super¬ordinate.
  4. Pengetahuan setingkat (coordinate knowledge), yang dapat memenuhi fungsinya sebagai pengetahuan asosiatif dan/atau komparatif. Pengetahuan setingkat (coordi¬nate knowledge) merupakan pengetahuan yang memiliki tingkat keumuman atau kekhususan yang sama dengan pengetahuan yang dipelajari. la juga harus erat sekali terkait dengan penge¬tahuan yang akan dipelajari. Bila diungkapkan lebih cermat, contoh-contohnya harus dapat dibedakan dengan contoh-contoh pengetahuan baru, dan pengetahuan superordinatenya harus sama dengan pengetahuan superordinate pengetahuan baru yang dipelajari.
  5. Pengetahuan tingkat yang lebih rendah (subordinate know¬ledge), yang berfungsi untuk mengkonkritkan pengetahuan baru atau juga penyediaan contoh-contoh.
  6. Pengetahuan tingkat yang lebih rendah (subordinate knowledge) merupakan kebalikan dari pengetahuan tingkat yang lebih tinggi (su¬perordinate knowledge). Pengetahuan tingkat yang lebih rendah memiliki fungsi yang sama dengan pengetahuan yang didapat dari pengalaman (experiential knowledge).
  7. Pengetahuan pengalaman (experiential knowledge), yang memiliki fungsi sama dengan pengetahuan tingkat yang lebih rendah, yaitu untuk mengkonkritkan dan menyediakan con¬toh-contoh bagi pengetahuan baru.
Pengetahuan pengalaman mengacu kepada ingatan seseorang pada peristiwa-peristiwa atau objek-objek khusus (diacukan sebagai contoh-contoh dalam teori pembelajaran) dan yang disimpan dalam experiential data base. Perbedaan utama antara pengetahuan pengalaman dengan penge¬tahuan tingkat lebih rendah adalah bahwa pengetahuan pengalaman selalu mengacu kepada contoh-contoh atau kasus-kasus khusus, se¬dangkan pengetahuan tingkat yang lebih rendah selalu merupakan pengetahuan yang dapat digeneralisasi (seperti; konsep, prosedur, dan prinsip, masing-masing memiliki lebih dari satu contoh).

Sangat penting bagi siswa anda untuk mengorganisasi ingatan dimana pengetahuan baru dikaitkan dengan pengetahuan subordinate (baik jenis maupun bagian), dan diintegrasikan lebih lanjut ke dalam struktur kognitif yang sudah dimiliki siswa.

Strategi kognitif (cognitive strategy), yang menyediakan cara-cara mengolah pengetahuan baru, mulai dari penyandian, penyimpanan, sampai pada pengungkapan kembali pengeta¬huan yang telah tersimpan dalam ingatan. Diantara beberapa kemampuan awal, strategi kognitif memiliki cara kerja yang paling berbeda. Strategi kognitif berfungsi membantu mekanisme pembuatan hubungan-hubungan antara pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa.

Di saat pertemuan paling awal pada kelas anda, apakah pernah anda menanyakan hal-hal seperti asal sekolah yang akan mengacu pada asal daerah, sudah pernah mempelajari materi yang akan disampaikan, sedang bersemangat ataukah tidak siswa anda, dll.

Sering-seringlah mencari tahu tentang bagaimana keadaaan dan kondisi siswa-siswa anda. Selain bermanfaat bagi kelancaran proses pembelajaran bermakna, juga dapat menjalin keterikatan emosional antara anda dan siswa-siswa anda. Jika keterikatan emosional telah terjalin maka interaksi antara anda dan siswa-siswa yang ada di kelas anda akan berjalan harmonis. Seperti yang terjadi pada film Laskar Pelangi. Bahkan keharmonisan yang terjalin membekas hingga para siswa-siswa itu telah dewasa. Masih ingatkah anda pada guru anda sendiri?

Posting Komentar

0 Komentar